Mau nggak mau, sadar nggak sadar, nyatanya kita tumbuh dan terbentuk melewati berbagai macam luka. Baik luka fisik, maupun luka batin. Luka fisik yang keliatan mata, gampang aja buat diobatin. Tapi gimana dengan luka batin?
Banyak orang kadang abai dengan keberadaan dan penyembuhan luka batin. Kalimat "Time will heal the wounds" mungkin banyak dikatakan orang perihal mengobati luka. Tapi faktanya, ungkapan itu mungkin cuma bisa diaplikasikan pada luka fisik. Luka batin nggak begitu saja sembuh dengan berjalannya waktu. Bahkan jika diabaikan, bisa aja jadi penyakit yang bakal mempengaruhi pribadi seseorang.
Waktu bukan jawaban buat menyembuhkan luka batin. Membiarkannya terbuka seiring waktu, mengabaikan, mencoba melupakan, nggak bikin luka sembuh. Bahkan seiring berjalannya waktu, luka yang belum sembuh kembali sakit karena terbentur lagi dengan masalah-masalah dan problematika kehidupan. Time will heal the wounds kayaknya cuma upaya manusia dalam menenangkan diri, kenyataannya lukanya ya tetap ada. Yang bikin kita nggak lagi merasakan sakit sementara itu adalah kemampuan manusia beradaptasi.
Cara otak manusia bekerja memang menakjubkan. Mengutip kata seorang teman dalam wejangannya ke saya semalam yang kira-kira begini:
...misal tangan kita kena pisau pas ngiris cabe ketika kecil sama pas udah gede apakah rasanya beda? Ya enggak, sakitnya tetep sama kena pisau, rasa sakitnya tetep ada, tapi yang beda adalah gimana kita menghadapi rasa sakitnya
Konteksnya disini adalah nasehatin saya yang lagi-lagi kembali terluka kepentok masalah kehidupan. Nggak cuma sekali dua kali, tapi ini adalah keempat kalinya di aspek yang sama, dan kali ini rasa sakitnya paling parah. Nasehat yang diberikan ini kembali membuka mata saya yang lagi bodoh blinded by the pain, bahwa manusia punya kemampuan adaptasi dan resiliensi yang luar biasa. Terlebih lagi dengan semakin dewasanya mental manusia, semakin luas lagi perspektifnya dalam menghadapi dan memecahkan masalah.
Waktu nggak pernah menyembuhkan luka, kita sendiri lah yang bisa mengobatinya biar nggak sakit lagi. Memaafkan dan menerima adalah salah satu obat. Nggak mudah memang membiarkan diri kita merasakan rasa sakit yang kadang terasa nggak tertahankan, tapi bisa. Karena semakin dilawan, rasanya akan semakin sakit. Dan seperti semua yang ada di dunia ini, sedih, senang, bahagia, sehat, sakit, nggak ada yang abadi.
Pada akhirnya bekas lukanya tetap ada, dan nggak ada jaminan bakal nggak terluka lagi di masa depan. Tapi dengan resiliensi dan adaptasi menghadapi masalah yang terlewati, kita akan menemukan keberanian untuk memulai lagi, eventually.
Terakhir, kembali mengutip dari seseorang (lupa siapa):
Actually, what doesn't kill you gives you scars. Or bruises. Or wounds that keep re-open at times. In worst cases, it makes you crippled for life. And you're not necesarily getting stronger. Over time, you just learn to live without what you lost. You adapt.
Terima kasih sudah meluangkan waktu buat membaca! ^_^
Comments
Post a Comment